[Novel] GCCEO - 28 - Pertemuan Yang Tidak Diharapkan

Andra meraih tubuh Sekar agar kembali berdiri. Lalu menuntunnya ke mobil dan mengantar Sekar pulang ke kos-kosannya.

"Andra, buat apa begini? Tinggalin aku. Ada Prita yang harusnya kamu kejar," ucap Sekar menangkup dua tangannya seraya tertunduk dalam.

Andra seperti teringat akan Prita. Ia lalu melajukan Range Rover hitamnya, membelah jalanan menuju rumah Sekar.

Tidak ada satu katapun meluncur dari bibir lelaki itu. Pikirannya saat ini begitu kalut.





Membuat Sekar menyesal adanya pertemuan ini.

Bertahun-tahun ia merasa berhasil sembunyi dari lelaki yang tidak seharusnya bersama dengan dirinya. Seorang anak narapidana yang hidupnya hancur karena keserakahan papanya.

Sesampainya di kos Sekar pun, Andra langsung pergi meninggalkannya tanpa sepatah katapun. Hatinya saat ini mengatakan untuk mencari Prita dan menjelaskan semua dengan jujur.

Malam itu Sekar kembali memasukkan semua barangnya di koper. Ia akan segera meninggalkan Jakarta, untuk kembali menghilang dari Andra.

Sementara Andra mencoba untuk menghubungi Lola, Nadine dan Theo. Tidak ada satupun dari mereka yang menjawab teleponnya.

"Tolong gue, Yo. Gue perlu ketemu Prita malam ini juga," Andra akhirnya menelpon Rio untuk minta bantuannya menghubungi Lola.

"Sorry, Bro. Bukannya gue nggak mau bantu. Tapi Lola juga nggak jawab telpon gue," sahut Rio di ujung telepon.

Andra membanting iPhone-nya. Ia pergi ke apartemen Prita dan juga rumah Tebet. Hasilnya, Prita tidak ada di dua tempat itu.

"Non Prita nggak ada pulang ke sini, Den. Kalau di apartemen juga nggak ada, mungkin masih di jalan? Saya juga masih belum tersambung dengan Firman," jelas Pak Roni yang ditemuin Andra di rumah Tebet.

Pak Roni sudah ditelpon Firman yang menyampaikan instruksi Prita untuk tidak memberitahu kemana mereka pergi kalau Andra datang dan tanya.

Prita akhirnya memutuskan untuk check in di hotel bersama tiga sahabatnya.

"Prit, loe yakin nggak mau ngobrol dulu sama Andra?"

"Paling nggak dengerin dulu penjelasannya, Prit," bujuk Nadine.

Lola dan Theo udah nggak bisa berkata-kata. Mereka takut salah ngomong dan malah bikin suasana makin kacau.

Prita itu keras banget kepribadiannya. Apalagi kalau udah sampe hatinya sakit.

"Loe tau kan, Nad... gue baru aja. Baruuuu aja tau kalo bokap gue ternyata punya istri lagi. Gue masih bisa terima Andra jadi pacar, masih percaya sama dia. Tapi, gue liat sendiri. Bener-bener liat depan mata gue ini.. iniii... dia ternyata punya kisah sama Sekar! Menurut loe, gue pantesnya gimana? Sedih atau malah ketawa-ketawa aja like nothing had happened?" Prita mengeluarkan isi hatinya yang sejalan-jalan dia tahan karena emang dia takut semeledak ini nantinya di dalam mobil.

"Udah deh, untuk sementara ini gue nggak mau ketemu atau berhubungan dengan Andra. Kalian kalo ditanya gue kemana, bilang aja nggak tau."

"Urusan DCI, tolong loe yang handle sama Mas Erwin ya, Nad," ucap Prita membuka botol minuman beralkohol yang dipesannya, menuangkan ke dalam gelas dan minum dengan pandangan kosong.

Malam itu Prita cuma pengen duduk diam, nggak melakukan apapun, mikir apapun. Hingga bergelas-gelas habis diteguknya. Menyisakan hanya sedikit kesadaran dalam dirinya, mencoba menghilangkan rasa sakit di hatinya.

Lola, Nadine dan Theo cuma bisa diam. Paling nggak mereka nemenin Prita dengan berada di dekatnya. Takut Prita nekat melakukan sesuatu yang menyeramkan.

***

Seminggu Kemudian

Prita masih nggak mau ditemuin Andra. Di kantor, rumah, juga di apartemen. Akses yang dulu terbuka lebar untuk Andra bisa masuk, sekarang tertutup rapat. Nggak ada satupun yang bisa ditembusnya.

Sementara Sekar kembali menghilang, pergi entah kemana. Ia sudah pergi dari kos-kosannya. Tidak meninggalkan petunjuk apapun karena nomor telponnya pun tidak bisa dihubungi.

Andra:
Prita, maafkan aku.
Please, aku mau ketemu kamu. Jelasin semuanya, biar kamu nggak salah paham kayak gini.

Sepertinya udah ratusan chat, missed call dari nomor Andra yang sampai ke iPhone Prita. Nggak ada satupun yang dibaca apalagi dibalas.

Prita bener-bener sakit hati, nggak mau tau lagi semua hal yang ada hubungannya sama Andra.

Urusan DCI dengan Blast Image, dihandle oleh Nadine dan Erwin. Prita tidak ikut campur di dalamnya. Padahal Andra berharap bisa ketemu Prita dari proyek ini.

***

Rumah Sakit Kanker

"Nad, kenapa loe baru ngomong keadaan Irrdi sekarang? Kita ini sahabat-sahabat loe, Nad. Masa kita ga boleh tau ada apa dengan Irrdi," ujar Prita ke Nadine di sofa kamar VIP tempat Irrdi saat ini sedang dirawat. Kondisi badannya sempat drop beberapa hari ini, jadi dokter menyarankan Irrdi untuk diopname.

Saat itulah Nadine kemudian memutuskan untuk memberitahu sahabat-sahabatnya tentang kondisi sebenarnya kesehatan Irrdi. Mereka langsung mendatangi rumah sakit tempat Irrdi dirawat.

"Maaf ya, Guys... gue nggak kasih tau tentang Irrdi ini karena emang dia nggak mau orang tau apa yang sebenernya terjadi," dengan nada lirih, Nadine buka suara.

"Nggak papa, Nad... kalo ada apa-apa, bilang aja. Kali aja ada yang kita bisa bantu," sahut Prita memeluk Nadine.

"Loe juga yang kuat ya, Nad... kita harus jadi supporter nomor satu, biar Irrdi semangat untuk sembuh," Theo ikut memeluk Nadine. Sementara Lola udah nangis sesegukan di sofa.

"Sembuh ya, Di.. kita semua kangen sama loe yang aktif kayak dulu lagi," ujar Lola di sela tangisnya yang tulus untuk sahabatnya.

Tok...
Tok...
Tok...

Kepala Andra menyembul dari balik pintu. "Nad?" panggilnya.

Mendengar suara Andra, Prita langsung siaga. "Kenapa juga harus ketemu di sini?" batinnya.

Andra menghampiri Nadine dan memberikan cemilan juga buah untuk Irrdi. Dari sudut matanya, ia melihat Prita perlahan berjalan keluar kamar, menyusul Theo dan Lola yang sudah lebih dulu keluar dengan alasan nyari kopi.

"Sorry, Nad.. gue boleh keluar sebentar ya," izin Andra.

"Kejar, Ndra.. mumpung di depan mata," dukung Nadine.

Andra menyegerakan langkahnya, mengejar Prita keluar ruangan dan menuju lift.

Melihat Andra menghampiri dirinya, Prita langsung melangkah menuju tangga darurat. Lift masih lama, dia males ngobrol sama Andra.

Tapi tekad Andra udah bulet banget buat ketemu dan ngobrol sama Prita. Ia pun mengejar Prita ke tangga darurat.

"Ta... tunggu..."

Prita tetap melangkah turun. Sampai tangannya tertangkap Andra yang langkahnya lebih besar sehingga rasanya nggak mungkin Prita bisa lari dari kejaran Andra.

Pasrah, Prita cuma bisa terdiam dan memejamkan matanya. Andra pun menggenggam dua tangan Prita yang terlihat sangat kecil diapit oleh tangan raksasa.

"Ta... Please ngobrol sebentar aja sama aku."

Prita nggak bergeming. Sampai saat ini belum ada niat untuk menerima Andra kembali. Tidak setelah apa yang dia liat malam itu.

"Aku bisa jelasin semuanya, Ta," bujuk Andra.

Males lama-lama harus terjebak di depan Andra, "buat apa? Semuanya udah jelas kok. Nggak perlu dijelasin lebih lanjut."

"Maaf, saya nggak punya waktu buat ngurusin yang kayak begini," ketus Prita tanpa menatap mata sendu Andra.

Ia pun melepas tangan Andra dan berjalan menuruni tangga. Hati Andra sakit melihat Prita begitu dingin. Hatinya memerintahkan untuk mengejar dan memeluk tubuh mungil Prita.

Langkah Prita terhenti dengan tangan besar merangkul bahunya, "Maaf, Ta... aku salah," lirih Andra.

Sejenak, pelukan hangat Andra membuai pikiran Prita. Pelukan yang ia rindukan akhir-akhir ini, meski sebenarnya nggak diharapkan juga. Tapi Prita merasa nyaman berada di dalamnya.

"Aku salah, selama ini nggak pernah cerita tentang Sekar dan aku di masa lalu. Aku salah yang nggak bisa menahan perasaan ketika ketemu lagi dengannya. Aku salah karena nggak ngejar kamu malam itu," ujar Andra penuh penyesalan.

Mata Prita mulai basah, ia berusaha menahan air matanya jatuh. Dalam hatinya, dia nggak mau luluh dengan bujukan Andra. Udah cukup baginya, sakit hati yang dia rasakan ketika tau papanya sudah menghianati keluarganya dengan menikahi wanita yang lebih muda.

Merasakan tubuh Prita tidak lagi membeku, Andra pun membalik tubuh kecil itu dan membuatnya bertatapan.

"Seminggu ini aku nggak bisa lepas mikirin kamu, Ta. Hati aku milih kamu, bukan Sekar," Andra meyakinkan Prita dengan menatap hangat mata lentik yang selama ini ia cari.

Prita tertunduk. Bukan ini sikap yang ia rencanakan ketika harus berhadapan dengan Andra.

Tapi tatapan mata Andra yang teduh membuatnya luluh. Sakit hatinya luntur, kalah dengan cintanya perlahan mulai tumbuh setelah melewati hari-hari indah bersama Andra.

Air mata tidak terbendung dari matanya. Prita kesal. Sakit hatinya harus kalah dengan rasa cinta yang ternyata masih ada untuk lelaki di depannya. Yang jelas-jelas sudah beradegan mesra dengan wanita lain di hadapannya.

"Maafin aku, Ta.. please..." Andra pun meraup bibir merah Prita. Kerinduan setelah tidak bertemu dengan wanita pujaannya ini membuat sesapannya begitu dalam, membuai Prita yang tidak bisa menolak pesona Andra.

Ia pun membuka sedikit bibirnya, membiarkan lidah Andra menerobos masuk dan berkuasa memimpin pagutan ini menjadi begitu panas.

Lengan Andra meraih pinggang Prita, menariknya hingga tidak ada jarak di antara mereka.

Prita hanya diam, hatinya masih berat menerima maaf dari Andra. Ia melepaskan pagutan lidah Andra yang semakin lama semakin mendominasi, meski ia tidak sedikitpun membalasnya.

Prita menunduk, enggan menatap sepasang mata yang bisa membuatnya luluh. Perlahan dilepaskannya lengan yang melingkar erat di pinggangnya. Menjauh dari tubuh kekar Andra yang hanya bisa terdiam.

"Ta," panggil Andra lirih melihat Prita pergi meninggalkannya.

No comments