[Novel] GCCEO - 11 - Sakiit Banget Rasanya

Singapura

"Sayang, kita pulang jam berapa hari ini?" tanya Nadine. Ia baru mendengar kabar bahwa Oom Pria masuk ICU.

"Pesawat jam 2-an gitu deh," sahut Irrdi di saat mereka menikmati sarapan pagi.

"Kenapa, Sayang?" tanyanya.

"Aku baru dapat kabar, papanya Prita masuk ICU semalam," lanjut Nadine.

Group Chat "Genk Gong"

Nadine:
Prit... Maaf banget ya, gue belom bisa ke sana.
Baru nanti siang gue flight pulangnya :(

Lola:
Nggak papa, Nad..Sekarang kita udah di rumah Prita di Tebet nih. Kita yang temenin dulu ya..

Nadine:
Pritanya mana? Dia lagi nggak pegang HP ya?

Theo:
Prita lagi berenang nih. Ditemenin sama Pangeran CEO-nya.

Nadine:
Andra?

Lola:
Siapa lagi? Ya Andra lah.
Loe mesti liat Andra ma Prita udah nempel kayak perangko.

Nadine:
Yang beneerr??

Theo:
Sini deh kalo nggak percaya. Kita kayak asep somay... nggak keliatan buat mereka. Menguap tertiup angin.

Lola:
<sticker asap mengepul dan hilang>

Nadine:
<sticker tepok jidat>
Salam buat Prita ya. Tante Shinta gimana kabarnya?

Karena Nadine masih di Singapura, dia belum tau penyebab Pria masuk ICU nih. Belum ada yang menyampaikan cerita itu. Lebih karena Lola dan Theo nggak enak aja kalo Nadine tau cerita ini dari mulut mereka. Biar gimana pun, cerita ini bisa dibilang aib keluarga dan mereka merasa nggak berhak untuk menyebarkannya, biarpun ke Nadine, sahabat mereka sendiri.

Theo:
Tante Shinta lagi ada di kamarnya.

Nadine:
Salam buat semuanya di sana ya. Peluk buat Tante Shinta dan Prita. Nanti dari airport, gue mampir ke sana dulu.

Theo:
Telpon dulu ya, soalnya kita mau ke Kemang dulu. Bantuin Prita beres-beres barangnya. Untuk sementara Prita mau tinggal di Tebet.

Nadine:
Ooh. Ok.

Lola:
Salam juga buat Baby. Cepetan lulus, balik Jakarta lagi, gitu yaaaa

Nadine:
<emot jempol>

***

Apartemen Prita

"Prit, segini aja nih yang mau loe bawa?" tanya Theo.

"Iya, ga usah banyak-banyak. Kan gue cuma ke Tebet, Teh. Bukan keluar kota," sahut Prita sambil mencari charger laptopnya di rak ruang kerjanya.

Foto: Pinterest

Yang lain sibuk bantuin Prita masuk-masukin barang ke koper, Theo malah sibuk bukain kulkas dan pantry, nyari cemilan.

"Laper, Teh?" tanya Lola menyindir temennya yang geratakan di dapur.

"Gatel aja pengen ngunyah nih," sahut Theo masih terus meneluri kulkas.

"Gue GoPut pizza aja mau nggak?" tawar Andra.

"Maaaauuuu!!" sahut Lola dan Theo barengan.

Setelah semua barang yang mau dibawa Prita udah masuk ke dalam kopernya. Mereka pun duduk-duduk di ruang tengah sambil nunggu pizzanya datang.

"Prit, beneran.. loe nggak bolehin Tante Shinta ke rumah sakit buat nengokin bokap?" tanya Theo.

"Mau ngapain? Ngurusin bokap? Perempuan itu pasti udah ngurusin kok. Jadi ngapain nyokap gue ke sana? Yang ada cuma bikin sakit hati," sahut Prita ketus.

"Tapi kasian Tante Shinta, Prit. Pasti khawatir juga kan sama bokap loe. Biar gimana juga, mereka udah hidup bareng puluhan tahun. Masa iya, langsung ilang begitu aja perasaannya..." sahut Lola yang juga merasa prihatin buat keadaan keluarga Prita saat ini.

"Kurangin 4 tahun belakangan, Lol. Lupa ya? Gue aja yang punya hubungan darah sama bokap bisa langsung ilfil tuh. Masa iya, nyokap gue nggak bisa??" jawab Prita acuh tak acuh. Sebenernya dia males banget kalo harus ngebahas ini. Hatinya udah terlanjur sakit mengingat sudah 4 tahun ternyata papanya menutupi kalau ia sudah menikah siri dengan perempuan lain. Punya anak pulak!

"Coba gimana kalo ternyata bokap loe, yang selama ini loe banggain, loe sanjung-sanjung seolah nggak ada cela.. taunya datang dengan kabar seperti ini? Loe gimana?" tanya Prita ke Theo, ke Lola yang langsung melongo.

Mereka juga jadi nggak enak ngungkit-ngungkit masalah ini. Sementara tadi Prita keliatan udah mulai tenang, mulai bisa senyum biarpun nggak seperti biasanya. Tapi paling nggak udah nggak sering melamun lagi kayak tadi pagi.

Triiiiinggg!

Bel pintu berbunyi.

"Pizzanya dateng tuh," ujar Lola.

"Biar gue yang buka," kata Theo, buru-buru bangkit dari sofa. Lola juga langsung ke dapur menyiapkan piring kecil dan ambil gelas untuk makan di ruang tengah.

"Ta, pelan-pelan ya mikirin soal papa kamu. I'll be here for you," ujar Andra, mendekati Prita dan menggenggan tangan kecil Prita.

"Thank you, An. Kamu tau, saat ini keberadaan kamu dan temen-temen, bikin aku lebih tenang," sahut Prita.

Theo dan Lola dateng dengan box pizza dan minuman soda. Andra pun langsung duduk di bawah, bersama Theo dan Lola melingkari meja.

Sementara Prita melangkah ke balkon, menatap langit sore.

Theo menyikut Lola yang diikuti dengan gerakan dagu memberi kode keberadaan Prita.

"Psst," sahut Lola.

Andra kemudian bangkit dan menghampiri Prita.

"Bagus ya langitnya, Ta," ujar Andra juga ikut memandang langit.

"An.. aku harus gimana??" isak Prita.

Andra menoleh ke gadis di sampingnya, melihat air mata di pipinya. Ia lantas memeluk tubuh Prita, mendekapnya erat. Ia yakin, nggak ada kalimat yang bisa menenangkan, selain pelukan.

Foto: Pinterest


Dipelukan Andra, isak tangis Prita semakin menjadi. Entah apa yang menggerakkan tubuh Andra, hatinya mengatakan gadis ini sedang dalam kondisi yang sangat rapuh.

Ia melepaskan pelukan, menangkup wajah cantik Prita dan menghapus air mata di pipi putih dengan jempolnya. Memandang teduh mata sedih Prita dan mengecup bibir mungilnya lama, mengalirkan energi hangat dalam tubuh Prita, membuatnya tenang.

Tangan Prita melingkar di pundak Andra, menautkan bibirnya di bibir lelaki tampan di depannya. Membiarkan dirinya larut dalam momen yang membuatnya sekejap lupa akan permasalahan orang tuanya.

Di dalam, Theo dan Lola yang menyaksikan momen romantis Prita dan Andra, terpaku dalam diam.

Lola menutup matanya, sementara Theo tersenyum lebar.

"Jadian nih kayaknya," bisik Theo.

"Nggak boleh iri, nggak usah iseng juga fotoin mereka. Kita ke rumah Tante Shinta aja yuk. Di sini jadi nyamuk," sahut Lola juga berbisik.

Mereka lalu ngambil beberapa potong pizza dan 2 kaleng soft drink, membawanya dan pamit ke Tebet.

"Priiiit, kita duluan ke Tebet ya, sama Pak Roni. Bawain barang nih biar ga penuh nanti di mobil loe," teriak Theo membuat pagutan Andra dan Prita lepas. Mereka berpandangan dan tertawa. Prita yang tengsin lalu menjatuhkan wajahnya ke dada bidang Andra.

"Nanti Prita sama gue aja, nyusul ya," sahut Andra mengiyakan pamitan Theo.

"Awaaaass, bablaas!" seru Lola sambil menutup pintu apartemen.

Andra mengeratkan pelukan dan mengecup ujung kepala Prita.

"An, kamu yakin mau sama aku yang keluarganya berantakan begini?" tanya Prita tiba-tiba.

"Kamu yakin mau sama mas-mas gini?" Andra balik bertanya sambil bercanda karena jarak usia mereka yang cukup jauh.

Prita nyubit pinggang Andra, "Aaw, sakit, Baby," sahut Andra.

"Baby?" tanya Prita yang merenggangkan pelukannya.

"Cause now you're my baby, Ta... boleh?" sahut Andra.

Jantung Prita berasa berdegup kenceng banget! Mukanya langsung hangat dan merah, nggak bisa berkata apa-apa, Prita cuma bisa ngangguk.

Andra meraih dagu Prita, menariknya jadi bikin nggak ada jarak sama sekali antara bibirnya dan bibir tipis Prita. Bibirnya meraih bibir Prita, memagutnya lembut yang perlahan mulai menuntut. Tangannya bergerak meraih tengkuk Prita, menahannya agar tidak menjauh darinya.

Prita membuka sedikit bibirnya, membiarkan lidah Andra menyapu rongga mulutnya, mengabsen satu persatu giginya, menarik lidah Prita, saling memagut, membiarkannya mengeksplor hingga mereka kehabisan napas.

Duuuhh, Rio ketinggalan nih kalo begini ceritanya. Udah keduluan Andra yang langkahnya nggak keliatan tapi langsung sat set nyuri hatinya Prita.

"An.. boleh nggak kalo aku minta kamu selalu jujur bilang semua yang ada di pikiran kamu. Bahkan kalau suatu saat kamu bosen sama aku dan berniat pergi ninggalin aku?" pinta Prita lirih. Ia seketika ingat akan nasib mama yang dihianati setelah berpuluh tahun membina rumah tangga.

"Ta, aku cuma minta satu..." sahut Andra. Prita mengerutkan dahinya.

"Kamu percaya sama aku," sambungnya.

"Please, jangan bikin hatiku hancur seperti saat ini, An.. sakiiit banget rasanya," jawab Prita.

"I won't, Ta..." peluk Andra.

No comments