[Novel] GCCEO - 27 - Sekar

Crematology, Senopati

Sore itu, mereka memilih untuk ngobrolin project DCI sambil ngopi-ngopi di Senopati.

Seperti biasa, Theo nyusul karena nggak mau ketinggalan obrolan dari tiga sahabatnya. Karena sudah ramai-ramai gini, Lola pun akhirnya minta Rio juga untuk nyusul. Andra juga akan segera jemput Prita yang sekarang udah kemana-mana diikutin Sekar si personal assistant-nya.

Sebelum yang lainnya datang, Prita mulai membicarakan kisi-kisi DCI sebagai upcoming client. Nadine dibantu Lola akan mengerjakan akun ini. Karena memang Prita menilai mereka sudah paling tidak kenal sedikit dengan DCI.

Bukan kenal DCI aja sih sebenernya. Tapi lebih ke kenal sama CEO-nya. Hehehehe...



Biarpun mereka kenal secara pribadi, mengerjakan akun DCI sudah bisa dipastikan tetap profesional. Karena ini bukan hubungan tidak resmi dan minta tolong. Tapi sudah melibatkan pekerjaan. Apalagi DCI bisa dibilang sebagai grup perusahaan yang cukup besar.

Rio yang pertama datang nyusul Genk Gong yang baru aja selesai ngomongin soal akun DCI.

"Tumben nih ngopi-ngopi. Bu CEO lagi nggak sibuk?" tanya Rio.

"Ini juga sambil ngobrolin kerjaan kok. Tapi kita pilih tempatnya yang asik aja.. biar makin ngalir ide-idenya, ya kan?" Prita menjawab sambil minta dukungan dari teman-temannya.

"Yaaa... kita sih ikutin apa kata Bu Boss aja. Apalagi kalo enak gini, kerja sambil ngopi-ngopi. Siapa yang nolak, coba?" sahut Lola.

Nggak lama, Andra dateng bareng Devan.

Seperti biasa, Andra udah pasti langsung nempel ke Prita. Mengecup ujung kepala kekasihnya, tanpa canggung di depan teman-temannya, lalu duduk di sofa yang sama. Dempet-dempetan dengan Prita yang juga mendadak clingy kalo udah deket-deket Andra.

"Ngobrolin apa, Love?" tanya Andra sambil merangkul pinggang Prita.

"Ngomongin kamu," goda Prita sambil berbisik di telinga Andra.

Yang lain juga udah pada sibuk ngobrol masing-masing.

"Eh, gimana temen loe, Nad? Udah sembuh? Maaf ya, kemaren nyokap udah keburu manggil pulang. Udah lama banget soalnya kita di sana," ujar Devan yang juga didengar yang lain.

Nadine yang lagi menyesap cappucino-nya, langsung sedikit tersedak mendengar pertanyaan Devan.

Lola ngeh, "Siapa yang sakit, Nad? Dirawat?"

"Eh itu... ada temen kuliah gue. Nggak deket-deket banget sih, cuma kasian udah lama sakit. Jadi gue nengokin deh," Nadine menjawab tapi kayak gelagepan gitu.

Prita ternyata merhatiin banget tuh gerak-gerik Nadine yang biasanya tenang, kalem, jauh dari gelagepan begitu.

Kalo diinget-inget dari semua perilaku Nadine, Prita yakin pasti ada sesuatu yang disembunyikan oleh Nadine.

"Tapi sekarang udah sembuh, Nad?" tanya Prita, sengaja mau tau reaksi Nadine.

"Kayaknya sih udah. Gue juga belum dapet update-annya lagi," sahut Nadine terburu-buru seperti nggak mau pembahasan ini diperpanjang lagi.

Kebetulan juga, Sekar menghampiri meja sekumpulan pemuda pemudi yang lagi asik ngobrol.

"Bu Prita.." maksud Sekar manggil Prita, tapi ada satu orang yang juga langsung mendongak ke arahnya, mencari sumber suara yang sangat-sangat dikenalnya.

Mata Andra dan Sekar bersitatap. Mereka berdua sama-sama terkejut, sempet blank sepersekian detik dan tersadarkan ketika Prita merespon panggilan Sekar.

Tubuh Andra pun reflek sedikit menjauh dari Prita. Melepaskan rangkulan dan menggeser posisi duduknya hingga ada sedikit jarak di antara mereka.

"Wanita ini, ada di hadapanku lagi setelah sekian tahun menghilang," batin Andra.

Matanya masih menatap Sekar, seakan memastikan apakah benar sosok yang ada di hadapannya kini adalah Sekar, wanita yang dahulu sangat dicintainya.

"Yes, Sekar. Guys, kenalin ini Sekar. Hari ini baru aja resmi jadi personal assistant gue..." Prita memperkenalkan Sekar ke Andra, Rio dan Devan.

Ketiganya langsung bengong, menatap mata Sekar yang baru saja berpaling dari Andra dan menatap mereka juga dengan tatapan kaget.

Andra masih melihat ke arah Sekar. Sedangkan Rio dan Devan saling melempar pandang.

"Ehm, Rio," ujar Rio memecah suasana canggung sambil mengulurkan tangan ke arah Sekar.

Karena tidak ingin terlihat canggung Sekar pun menyambut uluran tangan perkenalan Rio yang juga diikuti Devan. Sementara Andra hanya menganggukkan kepala sambil menyebut namanya.

"Kamu mau ikutan di sini, Sekar?" tawar Prita. Toh nantinya Sekar ini juga akan ikut kemanapun ia pergi, jadi Prita pikir, apa salahnya Sekar juga ikut di sini, mendekatkan diri dengan sahabat-sahabatnya.

"Ehm.. kalau sudah tidak dibutuhkan untuk hari ini, saya ijin pulang aja, Bu. Masih harus beres-beres di rumah," tolak Sekar halus.

"Ooh, OK. Saya lupa, kamu baru pindahan ya. Ok, diantar Firman aja nggak papa, Sekar. Saya pulang sama Andra nanti."

Deeeggghh!

Flashback

"Andra! Andra!" panggil Bima ke cucu satu-satunya, Andra yang masih ada di kamarnya.

"Iya, Opa.. kenapa teriak-teriak masih pagi gini," sahut Andra turun menuju ruang tengah, menghampiri Bima yang sedang membaca koran pagi ini.

"Coba kamu baca koran-koran ini."

Andra pun meraih koran yang disodorkan kepadanya.

Headline News

"Abhicandra Wijaya Terlibat Kasus Suap Proyek Fly Over"

Matanya langsung serius membaca satu persatu berita yang dimuat di halaman depan dengan judul besar sebagai berita utama.

"Abhicandra Wijaya itu papanya Sekar kan, Andra?" tanya Opa.

Andra yang masih serius membaca satu persatu berita yang tertulis hanya menganggukkan kepala. Selesai itu, ia lantas kembali ke kamarnya, meraih telpon genggam yang diletakkan di nakas tempat tidurnya.

"Jawab dong, Sayang. Kamu kemana sih?" gumam Andra berharap kekasihnya segera menjawab panggilannya.

Sekar Ayu Wijaya, putri satu-satunya keluarga Abhicandra dan Puspita Wijaya, sudah menjalin kasih dengan Andra sejak 4 tahun lalu. Ketika mereka sama-sama menjalani pendidikan di New Castle, UK.

Kembali ke Tanah Air setelah keduanya menyelesaikan studi, mereka yang sama-sama terlahir sebagai pewaris bisnis keluarga pun sedang dipersiapkan untuk bisa menjalankan perusahaan generasi berikutnya.

Terlebih untuk Andra, kedua orang tuanya sudah tiada karena kecelakaan naas ketika dirinya masih duduk di bangku SMA. Ia secara otomatis menjadi pewaris tunggal Bima Diningrat yang sudah seharusnya pensiun.

Hubungan Andra dan Sekar sudah sangat disetujui. Kedua keluarga sudah memberi restu karena keduanya memang berasal dari strata sosial yang sama. Jadi tidak perlu ada keraguan bagi mereka untuk melangkah ke jenjang selanjutnya, pernikahan.

Tetapi tiba-tiba muncul berita yang sangat mengejutkan ini. Seakan tidak percaya, Andra mencoba menghubungi Sekar untuk mempertanyakan kebenaran berita ini.

Tidak juga mendapatkan jawaban dari Sekar, Andra mengejarnya ke apartemen hingga ke rumah orang tuanya.

Beberapa hari kemudian, tersiar kabar Abhicandra Wijaya dijemput untuk ditahan dengan dugaan kasus suap.

Andra yang masih belum mendapatkan berita dari Sekar, kembali mengunjungi rumah keluarga Wijaya. Sampai sana, ia harus menelan kekecewaan karena rumah tersebut sudah di sita. Seluruh aset keluarga Wijaya juga disita.

"Where are you, Sayang..." Andra mulai kehilangan akal mencari Sekar yang hilang seperti ditelan bumi.

Sudah semua teman-teman yang mereka kenal, ia hubungi. Tapi tidak ada satupun yang tau kemana Sekar dan ibunya pergi.

Hingga 2 tahun kemudian, Andra mulai perlahan move on dari sakitnya ditinggal Sekar. Ia mengalihkan pikirannya, yang selama ini dipenuhi dengan harapan hidup bahagia bersama Sekar, membina keluarga harmonis dengan anak-anak yang cantik dan tampan, dengan total bekerja.

Dengan cepat, Andra dikenal sebagai CEO yang meraih kesuksesan di usia muda. Itu karena ia mencurahkan seluruh dirinya untuk meneruskan bisnis keluarga Diningrat yang memang sudah saatnya ia pegang.

Flashback -- END

"Baik, kalau begitu, saya permisi dulu. Selamat malam," pamit Sekar lalu beranjak pergi.

"Aku ke toilet sebentar ya, Babe," Andra masih penasaran dengan wanita tadi. Hingga ia diam-diam mengejar Sekar yang baru saja akan melangkah keluar kafe.

"Sekar," panggil Andra seraya meraih pergelangan tangan wanita yang sudah tidak bisa menahan air matanya.

Sekelibat, ia teringat semua masa lalunya bersama Andra. Masa-masa indah menjalin kasih di sela-sela study-nya di UK.

Andra menarik tubuh Sekar yang kini terlihat lebih kurus dari terakhir kali ia bertemu. Menarik tangan Sekar dan menuntunnya ke sudut ruangan yang tertutup aksesnya, agar tidak terlihat oleh tamu lain yang lalu lalang.

"Sekar," panggilnya lirih menatap dalam ke arah wanita yang dulu namanya terukir indah dalam hatinya.

Yang ditatap menunduk begitu dalam, menyembunyikan air mata yang perlahan mulai membasahi pipinya.

"Kamu kemana aja? Aku cari kamu kemana-mana, tapi kehilangan jejakmu."

Sekar menarik tubuhnya menjauh dari Andra. Tapi Andra menahan gerakan Sekar dengan memegang pundak Sekar. Menguncinya tegas hingga Sekar sulit melarikan diri.

"Kamu nggak tau, gimana kacaunya aku setelah kamu pergi. Aku juga tau kamu pasti sama, bahkan pasti lebih sakit dari aku."

"Kenapa kamu memilih pergi dari aku? Aku dulu pernah berjanji, kita akan melewati semuanya bersama. Senang ataupun susah. Tapi kenapa kamu malah pergi?"

Seakan pintu yang terlepas dari kuncinya, semua pertanyaan yang selama ini ada dalam pikiran Andra meluncur dengan derasnya.

Perlahan Andra merasakan bahu Sekar bergetar dan terdengar isak tangis dari bibirnya. Begitu rindunya Andra akan kehadiran wanita yang kini ada di hadapannya, hingga isak tangis itu kemudian membuatnya reflek memeluk erat tubuh Sekar.

"Nggak papa, kalau kamu berat menceritakan semua ke aku. Menangislah. Aku di sini," ujar Andra lembut, lalu mengecup kepala Sekar.

Prita yang menyusul Andra ke toilet, melihat adegan itu. Ia mendengar semuanya. Semua yang Andra tanyakan kepada Sekar. Sampai ketika Andra mendaratkan kecupan di kepala Sekar, mulutnya tak lagi sadar memanggil lirih, "Andra...".

Terkesiap, Andra melepaskan pelukannya, melempar pandang ke arah Prita yang sudah berderai air mata. Begitupun Sekar. Semuanya terjadi begitu cepat, ketika emosi dalam dirinya juga masih belum bisa diredakan karena pertemuannya dengan Andra.

Keduanya menatap netra basah Prita yang kemudian membalikkan badan dan berlari keluar cafe.

"Ta!" panggil Andra, ingin mengejarnya, tapi juga tertahan karena ada Sekar di sampingnya. Ia takut Sekar akan pergi lagi darinya.

Theo dan Lola mendengar teriakan Andra. Mereka langsung menghampiri arah suara. Bertemu dengan Prita yang berlari menuju pintu keluar cafe, Lola langsung mengikutinya. Sementara Theo mencari keberadaan Andra yang saat itu berdiri di sebelah Sekar yang juga berderai air mata.



Nadine juga Rio dan Devan ikut menghampiri Theo.

"Oh my God, Bro," tutur Rio sambil menggelengkan kepalanya.

Seakan mengerti apa yang terjadi, Nadine kemudian mengejar Lola dan Prita. Sayangnya mereka sudah pergi meninggalkan cafe.

Nadine pun beranjak, mengambil semua barang mereka dan mengajak Theo pergi dari sana.

Tubuh Sekar melorot. Ia jongkok seraya meremas rambutnya, menangis dan membiarkan tubuhnya bersandar di tembok.

No comments