[Novel] GCCEO - 12 - Pria Crazy Rich
Tebet
Theo dan Lola sampai di rumah Tebet bareng dengan Tante Shinta yang juga baru turun dari taksi online.
"Tante dari mana?" tanya Lola.
Shinta tampak terkejut ada Lola dan Theo di depan rumahnya.
"Loh, kalian sudah sampai," ujarnya sambil melirik ke garasi, mencari mobil Prita.
"Kita duluan, Tante. Nanti Prita dianter Andra bawa mobilnya. Takut nggak cukup soalnya barang-barang Prita nih," sahut Theo.
"Oooh," ada kesan lega di nada Shinta.
Mereka sibuk membantu Pak Roni dan Mbok Minah menurunkan koper dan tas Prita dari bagasi.
"Biar Mbok dan Pak Roni yang bawa ke kamar Non Prita, Non.. nanti Non Lola capek lhooo," senyum Mbok Minah.
"Makasih ya, Mbok," sahut Lola.
Ia kemudian beranjak ke teras rumah, menemui Shinta yang masih nungguin di teras.
"Jangan bilang-bilang Prita ya. Tadi Tante ke rumah sakit sebentar, nengokin Oom," ujar Shinta sambil berbisik, merangkul Lola dan Theo berjalan masuk ke rumah.
"Tante, maafin Prita ya. Prita kayaknya shock banget sama keadaan ini. Jadi Tante dimarahin deh nggak boleh nengokin Oom di rumah sakit," sahut Lola.
"Iya, Lola. Tante ngerti banget. Tante juga sebenernya masih sakit hati. Tapi gimana, Tante juga kasian sama Oom. Masa sakit nggak diurusin. Tante ini kan masih istrinya," lirih Shinta duduk di sofa ruang tamu.
"Pelan-pelan, Tante. Kita juga nggak mau Prita jadi anak durhaka. Kita ikutan bujuk juga deh, tapi kayaknya perlu waktu, Te..." jawab Theo.
"Tolongin Prita ya, temenin. Prita pasti butuh banget kalian semua ada di sampingnya," pinta Shinta.
"Tante tenang aja, udah ada yang paling nemenin buat Prita. Kita sih selingan doang," sahut Lola dengan nada bercanda.
"Siapa?" tanya Shinta penasaran.
"Andra, Tanteeee... Yang tadi pagi ke sini," Theo mulai rumpi nih.
"Oooo... ngomong-ngomong siapa sih si Andra itu? Kok tiba-tiba ada. Tante belum pernah kenal sebelumnya,"
"Ganteng nggak, Te?" tanya Theo.
"Ganteng.. tapi kayaknya dia lebih tua dari kalian ya," sahut Shinta.
"Tanteeee... dia itu crazy rich Indonesia lho!" ujar Theo semangat.
"Diningrat yang punya grup Diningrat Corporate Indonesia?"
"Naaahh.... itu Tante tau." sahut Lola.
"Itu Andra Diningrat?? Cucunya Pak Bima Diningrat??" tanya Shinta kurang yakin.
"Iyaaaa, Tanteekuuu sayaaang," sahut Theo.
"Diningrat yang kalo jalan-jalan ke luar negeri jajannya perusahaan baru," tambah Lola.
"Diningrat yang kalo keluar negeri bisa naik jet pribadinya," sahut Theo.
"Diningrat yang kalo dikumpulin uangnya bisa beli banyak pulau di Maldives," tambah Lola mulai lebai.
"Ya ya ya... Tante tau kok. Tante nggak nyangka ya. Padahal keliatannya sederhana gitu orangnya. Ganteng sih, tapi Tante nggak nyangka aja," lamun Shinta.
"Tante sih cuma liat sekilas. Coba deh perhatiin... itu yang dipake di badannya, semuanya mahal, Te," sahut Theo.
"Selamat malam," sapa Nadine yang baru saja sampai langsung dari airport bersama Irrdi.
"Tante, maaf yaaaa Nadine baru dateng. Ini baru pulang dari SG sama keluarganya Irrdi. Tante Lia ulang tahun," cerocos Nadine sambil mencium punggung tangan Shinta, diikuti oleh Irrdi.
"Wah, sampaikan salam Tante untuk mamamu ya, Irrdi. Selamat ulang tahun, semoga bahagia dan sehat selalu," sambut Shinta seraya mempersilahkan Nadine dan Irrdi untuk duduk.
Mbok Minah datang membawakan minuman segar dan cemilan ke ruang tamu.
"Silahkan Non.. Mas.. Eh, ada Mbak Nadine dan Mas Irrdi juga. Nanti ditambahin jusnya ya," ucapnya.
"Terima kasih, Mbok," sahut Lola.
"Oom gimana keadaannya, Tante?" tanya Nadine.
Belum dijawab oleh Shinta, Prita dan Andra masuk ke ruang tamu.
"Bokap gue masih di ICU. Nggak sadar, Nad," sahut Prita ketus, bikin Nadine penasaran. Kok papanya masuk rumah sakit, bukannya sedih malah judes??
Melempar pandang ke Lola, Nadine nggak juga dapet jawaban.
Ke Theo? Theo langsung mengalihkan pembicaraan, "Naaah... kirain sampe malam baru pulang nih."
Tante Shinta langsung pamit, ganti baju takut ketawan Prita abis keluar rumah.
"Tante ke dalam dulu ya," pamitnya ke Lola. Sementara Prita masih pelukan sama Nadine.
Nadine si paling peka udah tentu tau ada yang belum dia ngerti nih situasinya.
Prita langsung duduk di samping Nadine, "Prit, bokap kenapa bisa jatuh?"
"Bokap kemaren bertengkar sama nyokap, Nad," sahut Prita mulai pelan.
"Bertengkar, sampe jatoh? Parah?" sambung Nadine.
"Nad, bokap gue punya istri lagi. Udah 4 tahun nikah siri. Udah punya anak juga dari istrinya itu," Prita kembali terisak.
"Pritaaaa...." Nadine langsung memeluk Prita. Irrdi yang mendengar itu juga kaget, melempar pandang ke arah Lola dan Theo.
Meluncurlah cerita di malam Prita ke rumah sakit setelah mendapat kabar dari mamanya. Juga cerita tentang pertemuannya dengan Naira dan Jihan di ruang tunggu.
"Ya Tuhan, Prit... Gue nggak nyangka. So sorry to hear," setelah mendengar semua, Nadine juga bingung, nggak nyangka sama seperti Theo dan Lola ketika baru tau berita ini.
"Makanya sekarang gue tinggal di sini aja, Nad. Nemenin mama. Sekalian jagain biar perempuan itu nggak sembarangan dateng trus ngerebut semua dari kita," ujar Prita mulai galak.
"Ya nggak bisa gitu juga, Prit. Semua kan ada hukumnya. Bilang ke kita kalo ada apa-apa ya, Prit... mudah-mudahan kita bisa bantu," ucap Nadine sambil mengelus pundak Prita, menenangkan emosi gadis yang selama ini dikenal tegas cenderung jutek itu.
***
Wisma DCI, Jakarta Selatan
"Den, coba tolong kamu cari tau deh, perempuan bernama Naira Andini. Dia tinggal di Pasar Minggu," titah Andra kepada Denny, asisten pribadinya. Menyerahkan secarik kertas berisi alamat dan nomor telpon Naira.
"Siap, Bos," sahut Denny.
"Laporan secepatnya ya, urusan pribadi. Nggak ada hubungannya dengan pekerjaan. Jadi rahasiakan dari siapapun," tambah lelaki yang pagi itu sudah berada di ruang kerjanya, lantai 20 Wisma DCI.
"Panggil Tasha ke sini," perintah Andra saat Denny beranjak dari ruangan dan akan menutup pintu.
Tasha pun masuk ke ruangan luas dengan desain modern dan clean.
"Ya, Pak. Hari ini belum ada janji pertemuan menjelang siang. Setelah makan siang baru ada meeting lanjutan untuk persiapan pembukaan cabang "Hams"," ujar Tasha.
"Ok. Kalo gitu, kamu tolong pesenin sushi dong di seberang. Nanti biar dianterin sama Pak Yanto ke Menara Bank Berdikari, Sudirman ya," Andra memberikan tugas ke Tasha, tetapi matanya tidak lepas dari laptop, membaca beberapa email yang masuk untuk segera ditindaklanjuti.
"Dikirimnya untuk siapa, Pak?" tanya Tasha.
"Untuk Prita, Blast Image di lantai 8. Ini nomor telponnya," jawab Andra sambil menyebutkan nomor telpon Prita.
***
Kantor Blast Image
Prita sudah berada di ruang meeting untuk pertemuan rutin mingguan yang diadakan setiap Senin.
Wajahnya sudah tidak lagi terlihat murung. Tapi bukan berarti ia udah bisa move on dari masalah yang sedang dihadapi. Lebih karena Prita memang gadis yang bisa bersikap profesional, mengenyampingkan urusan pribadi ketika bekerja.
Ketika sedang bekerja, ia bisa dengan mudah fokus dan melakukan pekerjaannya dengan penuh totalitas.
Selesai meeting, Mas Erwin masuk ke ruangan Prita.
"Prit, so sorry for your father, ya. Bagaimana keadaannya sekarang?"
"Thanks, Mas. Masih di ICU. Kondisinya masih belum stabil," sahut Prita.
"Serangan jantung?" tanya Erwin lagi.
"Ya begitulah," singkat, menandakan Prita tidak ingin ditanya-tanya lebih lanjut.
Padahal Erwin sungguh mengetahui watak Prita yang seperti ini. Tapi rupanya dia nggak berhenti untuk cari tau soal Prio.
"Kayaknya Oom Prio nggak pernah ada keluhan jantung deh, Prit,"
Mata Prita mulai menatap tajam Erwin. Ia merasa terganggu dengan topik ini. Erwin mulai menyadari karena Prita tidak menjawabnya sama sekali.
"Prit, kamu tau kan, aku pasti ada kalau kamu butuh apapun," lanjut Erwin seraya menangkup tangan Prita yang ada di atas meja kerja. Perlahan ia mengelus punggung tangan itu. Rasa yang ia miliki dulu, masih tersimpan. Kesalahannya di masa lalu, telah membuka matanya. Prita adalah wanita yang terlalu baik untuk disia-siakan.
"Terima kasih, Mas.." sahut Prita melepas tangannya dari usapan Erwin, lalu membuka laptop dan mengenakan kacamatanya.
"Aku di sini, Prit. Akan selalu menunggumu kembali padaku," batin Erwin seraya berlalu menuju ruangannya.
Post a Comment