[Novel] GCCEO - 17 - Saat Ini Aku Mencintaimu

Menara DCI

"Den, sudah semua kan?" waktunya kembali menyelesaikan pekerjaan hari ini dengan Denny yang abis senyum-senyum sendiri nguping-in bosnya ngomong manja sama entah siapa di ujung telpon.

"Beres, Pak. Nanti saya beresin lagi semuanya sama Tasha. Yang perlu Bapak tanda-tangani sudah semua. Tinggal satu yang soal ke Surabaya untuk Hams di sana, Pak," sebelum beranjak, Denny emang udah lagi cek-cek to do list-nya.

"Kapan ya?" Andra mulai harus sering cek jadwal ke Denny dan Tasha sepertinya.

Semenjak dia 'sibuk' dengan Prita, lelaki yang dahulu sangat fokus hanya ke pekerjaan, sekarang perlu diingatkan untuk jadwal kegiatannya.

Ya gimana? Namanya juga baru dapet pacar, yekaaan? Maunya deketan terus.. telponan terus... chat terus...

"Minggu depan, Pak. Jumat siang berangkat, Sabtu malam pulang," jawab Denny.

"Ok. Tolong reminder-nya jangan mepet-mepet nanti ya, Den. Oya, tolong bilangin Pak Yanto dong. Sebentar lagi saya jalan nih," titah Andra.

"Siap, Bos,"

Jam 6 kurang, Andra sudah sampai di lobby Menara Boga Mentari, SCBD.

Foto: Pinterest


Karena emang lagi jamnya pulang kantor, lobby sore itu lagi rame banget orang lalu lalang.

Begitu Andra masuk ke lobby, banyak mata memandang...

"Duh, siapa tuh. Tumben ada malaikat cowok di gedung ini nih," bisik-bisik segerombolan pegawai cewek yang lagi jalan keluar lobby.

Kayaknya udah biasa banget Andra diliatin kayak gitu. Udah nggak GR. Kadang malah suka agak jengah. Gantengnya bawaan lahir, jadi dia udah nggak norak lagi dapet perhatian kayak gitu dari ciwik-ciwik. Hihi...

"Lantai 10, untuk Ibu Prita Daneshwara, Mbak," karena baru pertama ke gedung ini, Andra harus minta tanda pengenal ke Receptionist.

"Sebentar saya cek dulu, Pak," Mbak-mbak receptionist langsung telpon ke Erina untuk memastikan apakah Prita menunggu tamu.

"Silahkan, Pak," lanjutnya setelah mendapat konfirmasi dari Erina.

Di depan lift lantai 10, Erina sudah berdiri menyambut Andra keluar.

"Sore, Mas Andra. Mbak Prita ada di ruangan, mari," sapa Erina mengarahkan Andra langsung ke ruangan Pria yang sekarang menjadi ruang kerja Prita.

Tok..
Tok..
Tok..

"Silahkan, Mas,"

Andra masuk setelah Erina membukakan pintu ruangan , "Hello, Bu CEO.."

Mata Prita yang masih terpaku pada layar Macbooknya langsung berbinar-binar melemparkan pandang ke arah suara. Dia berdiri dan langsung menghambur ke pelukan Andra.

"Kangen, Love," hari ini rasanya Prita banyak menguras pikirannya. Untuk Blast Image, Boga Mentari dan untuk permasalahan papanya.

"Aku juga," Andra mengecup dahi Prita. Memeluknya mesra lalu membiarkan Prita kembali ke mejanya untuk merapihkan berkas, Macbook dan tasnya.

"Looking nice, Baby," Andra bersender di meja kerja Prita sambil melihat keliling ruangan.

"Aku akan lebih banyak di sini nantinya. Sesekali aja ke Blast. What do you think? Can I manage?" tanya Prita, membutuhkan afirmasi dari orang terdekatnya saat ini.

"Sure, Baby.. jangan takut. Kamu punya kemampuan. Yakin deh," Andra memberikan support.

"But you'll be so damn busy. Aku gimana?" heran deh, dulu pertama kali kenal Andra, Prita nganggapnya Andra ini cowok yang lempeng aja. Datar, flat, ga terlalu ekspresif.. apalah itu istilahnya.

Tapi kok bisa-bisanya sekarang jadi manja-manjaan gini??

"Nggak kok. Untuk 'mas' aku yang manja ini, aku pasti nyempetin waktu untuk ketemu,"

"Baby... Mas?" Andra langsung mengulurkan tangan, merengkuh pinggang Prita dan memeluknya.

"Mas, katamu?" Prita tersenyum lalu mengecup bibir Andra dengan sukarela.

"Busted! Tapi aku udah bayar hukumanku, kan?" canda Prita yang malah balik lagi dicium Andra. Bahkan lebih dalam dan lama.

"Kita di kantor orang, Love.. malu kalo ketangkap basah lagi gini.. mesum banget CEO gue, nanti orang mikirnya gitu," Prita melepaskan ciumannya. Andra juga baru sadar, ketawa sendiri sambil meremas gemas pinggang Prita.

Mereka pun segera beranjak, berjalan bergandengan tangan keluar ruangan.

"Sampai besok, Mbak Erina. Saya duluan ya," pamit Prita ke arah Erina.

Erina mengangguk, Prita dan Andra pun memasuki lift.

"Mbak, itu anaknya Pak Pria ya? Mbak Prita yang dulu kuliah di Aussie?" tanya salah satu staf divisi keuangan.

"Iya betul.." jawab Erina singkat.

"Eh, itu pacar apa suaminya? Andra Diningrat kan? Yang punya DCI group?"

"Udah ah, udah sore. Pulang yuk!" Erina paling males deh kalo udah dikorek-korek gini. Emang bener Erina ini pantas dijadiin sekretaris, pinter jaga rahasia. Mulutnya nggak ember sana sini.

"Mampir Ranch Market dulu boleh, Love? Kamu mau dimasakin apa?" tanya Prita sambil menatap kekasihnya. Mereka berjalan bersisian dengan bahasa tubuh yang sangat romantis. Andra merangkul pinggang Prita, sedangkan Prita seperti menyondongkan tubuh ke arah Andra sambil sesekali menatapnya mesra.

"Aku mau pasta dong.. yang creamy-creamy gitu, Beib,"

"You got it! Sore Pak Yanto," seru Prita seraya menyapa Pak Yanto yang sudah membukakan pintu mobil untuknya.

Di Ranch Market, mereka malah ketemu Nadine dan Irrdi yang juga lagi pilih-pilih daging segar.



"Hello, lovebirds..." sapa Nadine di depan troli yang didorong Andra dan Prita bersisian.

"Nad, sama siapa?" Andra yang lebih dulu ngeh sapaan Nadine.

"Sama Irrdi, itu lagi cari cemilan," sahut Nadine.

Sementara Prita sibuk pilih-pilih ikan salmon.

"Hai, Nad," baru kemudian ia menyapa Nadine.

"Gue liat loe, jadi keinget lagi deh urusan kerjaan. Hehe..."

"Udah lewat jam kerjanya, jadi nggak bisa ngomongin urusan kerjaan," canda Nadine.

"Besok aja deh. Btw, loe ma Irrdi abis ini pulang atau makan dimana gitu?" tanya Prita.

"Irrdi mau masakin gue makan malam nih, Prit,"

"Buat nyonya besar, sekali-sekali perlu dirayu biar nggak cemberut melulu," timpal Irrdi yang udah gabung dari belakang Nadine.

"Aaaah.. ya ya..," sahut Andra.

"Ok deh kalo gitu, kita duluan ya. Besok pagi gue ke Blast dulu deh. Atau loe mau ke kantor gue yang baru?" tanya Prita ke Nadine.

"Mau nunjukin nih yang udah jadi CEO??" Nadine langsung nembak maksud Prita.

"Hahahaha... nggak juga.. cuma gue besok agak banyak yang mesti diurus di SCBD jadi agak riweuh kalo harus ke sana kemari. Boleh nggak, please?"

"Siap, Boss. Kabarin jamnya ya," ujar Nadine sekaligus beranjak untuk lanjut belanja.

***

Pakubuwono Residence

Prita sibuk di pantry apartemen Andra, merebus pasta dan membumbui salmon.

Sementara Andra duduk di meja pantry, cek-cek email sambil menyesap white wine. Sesekali pandangannya terarah ke cewek manis yang kalo diliat-liat jadi seksi dengan messy bun hair-nya.

"Ah, dia terlalu menggemaskan!" Andra pun beranjak dari stool bar, menghampiri dan memeluk Prita dari belakang. Menyesap tengkuk jenjang milik Prita yang aromanya menggoda.



"Baby, kamu tuh ngegemesin banget sih,"

"Nanti dulu dong.. kalo gosong, kita gagal makan nih," elak Prita yang padahal takut salah fokus karena tubuhnya sudah meremang menerima kecupan Andra.

"Can't wait," bisik Andra di telinga Prita dan menyegelnya dengan sesapan mesra di sana.

"Ugghh..." Prita merinding gilaaaak.

Makan malam Andra hari ini lezat banget! Dibuat penuh cinta oleh Prita, kekasih kecilnya yang cantik.

"Thank you, Baby.. enak banget! Aku bisa ketagihan nih kalo gini," rayu Andra.

"Gombal!" sahut Prita sambil membawa piring-piring ke pantry.

Setelah urusan pantry selesai, Prita duduk mengangkat kaki dan selonjoran di sofa ruang tengah.

Andra datang dengan sepotong chocolate cake favorit Prita dan dua gelas wine.

Melihat Prita sepertinya lelah, Andra pun duduk dan mengangkat kaki Prita dan menaruhnya di pangkuan.

"Capek? Seharian ini kamu ke sana kemari, sibuk banget ya, Baby?" tanya Andra sambil mijitin kaki Prita.

Sambil ngunyah cake, Prita mengangguk, manyun manja.

"Kamu tau? Ini semua nggak pernah ada dalam pikiranku. Blast yang masih bayi gitu, harus aku duakan karena Boga Mentari mendesak untuk ditangani,"

"Well.. it's a challange. Pasti ada maksud dari semua yang kamu hadapi hari ini. Tapi Prita aku ini, aku yakin pasti bisa,"

"Bisa... bisa gilak!" disusul gelak tawa keduanya.

Tangan kekar Andra menarik pinggang Prita. Satu tangannya lagi mengambil piring kue dan meletakkannya di coffee table. Dengan perlahan, Prita sudah ada di pangkuan Andra, tangannya terkalung di leher kokoh milik Andra yang sedang menatapnya dalam penuh damba.

"Do you really love me, Andra?" tanpa diduga, Prita melontarkan pertanyaan pada Andra. 

Ditatapnya wajah Prita dengan kedua tangan menangkup pipi mulus Prita. 

"Kenapa kamu tanyanya begitu?

Tidak menjawab, Prita malah menyusupkan wajahnya, menyesak ke leher dan bahu Andra. 

"Aku takut..." lirih wanita yang kini berada sangat dekat dengan Andra. Tidak hanya secara fisik, tetapi juga perasaan yang bertaut di antara keduanya. 

Andra mengelus lembut rambut lebat Prita. Perlahan ia mengecup pucuk kepala Prita, membuat wanita itu merasa lebih relax.

"Takut apa?" 

Tanpa melihat ke wajah Prita, Andra bisa merasakan isakan tangis Prita. Bahunya bergetar. Di pundaknya ia bisa merasakan tetesan air mata yang jatuh dari mata Prita. 

"Baby, you're crying..." semakin erat Andra mendekap Prita. 

Bersama Andra, Prita bisa menunjukkan siapa dia sebenarnya. 

Prita, si anak tunggal, yang selama ini selalu terlihat bersahaja. Kuat dan mandiri dengan segala prestasi yang ia tunjukkan di luaran. 

Kini di hadapan seorang pria bernama Andra, Prita bisa memperlihatkan sisi rapuhnya. Mengungkapkan keresahan hatinya. 

"Aku takut kamu seperti Papa," 

Andra merenggangkan dekapannya. Ditatapnya wajah Prita, begitu dalam. Melihat keraguan yang tergambar jelas di matanya. 

"Kita memang baru saja kenal, baru dekat. Tapi kamu bisa percaya, aku sungguh-sungguh ingin kamu bahagia," ujar Andra dengan suara yang sangat lembut dan hangat. 

Senyuman tulus di wajah Andra, tatapan yang sangat jujur dan detak jantung yang berdentam kencang, bahkan menyerupai dentuman jantungnya sendiri. 

Prita membalas tatapan Andra. Ia mencari kesungguhan dan ketulusan di dalam sana. Dan sepanjang yang ia lihat kini, di hadapannya, Andra menunjukkan ketulusan. 

"Saat ini, aku sudah jatuh cinta padamu Prita. Kita sama-sama jalani ini semua ya. Aku akan selalu ada bersamamu. Temani aku juga," ujar Andra, meyakinkan Prita agar tetap percaya padanya. 


No comments