[Novel] GCCEO - 08 - Do You Want Me To Leave?

Dalam perjalanan menuju Kemang, Prita mendapatkan telpon dari Mamanya. Suara bergetar terdengar di ujung telepon, membuat Prita begitu panik.

"Ma, kenapa?"

"Prit, kamu di mana? Ke Medistra sekarang bisa? Papa jatuh dan sekarang sedang ditangani di UGD," sahut Shinta.

iPhone Prita terlepas dari genggaman. Andra melihat air mata membasahi pipi gadis cantik di sampingnya.

"Kenapa, Prit?"

"Bisa tolong antar aku ke Medistra? Papaku ada di UGD," jawab Prita dengan bahu yang bergetar, tangisnya sudah tak terbendung. Andra melihat tubuh Prita lemas, langsung memeluk dan menenangkan.

"Tenang dulu, Prit. Kita langsung ke sana ya," ucap Andra seraya mengelus punggung kecil Prita yang masih sesegukan.

Ia pun mentitahkan Pak Yanto untuk segera menuju Medistra. Perjalanan kurang lebih 30 menit karena di tol pun sedang padat.

Sesampainya di UGD, Prita langsung berhamburan mencari dimana mamanya berada.

Dilihatnya Mama sedang duduk di kursi ruang tunggu. Di seberangnya, ada seorang wanita berusia kurang lebih 30 tahunan yang duduk bersama gadis kecil kuncir dua yang manis berusia sekitar 4 tahun.

"Ma, gimana Papa?" Prita menghampiri mamanya yang sedang tertunduk.

"Prita, papa masih ditangani dokter," jawab Shinta yang kemudian melihat ke arah Andra.

Pria tampan itu lalu menunduk sebagai tanda hormat kepada Shinta.

"Itu siapa, Prit?" tanya Shinta.

"Kenalin, ini Andra, Ma. Tadi Prita dari PIK sama Lola dan Theo juga," jelas Prita.

Andra pun menghampiri Shinta dan mencium punggung tangannya.

"Silahkan duduk, Nak," undang Shinta.

Wanita di seberang Shinta melemparkan senyum kikuk ke arah Prita. Membuat Prita bertanya-tanya, siapa wanita itu?

"Ma?" tanya Prita sambil melempar lirikan ke arah wanita di depannya.

Shinta lalu beranjak dari kursi dan mengajak Prita untuk berbicara di luar ruang tunggu yang dibatasi oleh kaca.

"Kenapa papa bisa jatuh, Ma?" tanya Prita.

Bukannya menjawab, Shinta malah semakin tersedu. Matanya sudah bengkak, menandakan memang air mata sudah mengalir deras sejak sebelum Prita menemuinya.



"Maafkan Mama, Prit. Tadi ada pertengkaran antara Mama dan Papa yang kemudian menyebabkan Papa jatuh dan pingsan,"

Prita kaget, perkara apa nih Mama dan Papanya bisa sampai menyebabkan papa jatuh.

"Soal apa? Trus siapa wanita dan anak kecil itu, Ma?" tanya Prita dengan nada lembut. Ia juga nggak mau sampai mamanya nangis lagi. Takutnya nanti malah mamanya juga ikutan ditangani dokter karena sedang dalam kondisi yang tidak baik.

"Wanita itu istri papamu. Dan anak itu, adik kamu, Prit,"

Langit seperti menghantam Prita. Seketika badannya lemas, ia menyenderkan tubuh mungilnya di dinding dengan satu tangan memukul-mukul dadanya yang ia rasakan sangat nyeri.

Mama Shinta menangis, mencoba merangkul Prita. Tapi yang terjadi malah Prita jatuh pingsan, merosot ke lantai yang disangga dengan pangkuan mama Shinta.

Andra gercep langsung berlari ke Nurse Station, minta pertolongan kepada dokter atau suster yang ada di sana. Ia kemudian kembali ke Mama Shinta dan memapah Mama Shinta kembali ke dalam ruang tunggu.

Ia kemudian keluar dari ruang tunggu dan menelpon Rio.

Andra nggak tau harus hubungin siapa lagi. Karena emang mereka belum kenal sedekat itu. Tapi menurut Andra, Prita pasti butuh sahabat-sahabatnya datang menemuinya.

"Yo, loe masih sama Lola nggak?" tanyanya.

"Masih, kita baru mau pulang nih," jawab Rio di ujung telpon.

"Please antar Lola ke Medistra, Yo. Papanya Prita masuk ICU dan masih dalam penangan dokter,"

"Ok, bro. Tunggu kita ya," sahut Rio.

Lola bingung, "Kamu ada janji?"

"Barusan yang telpon Andra. Kita ke Medistra yuk. Papanya Prita masuk ICU," ajak Rio.

"Hah??"

Sesampainya di Medistra, Rio dan Lola langsung menuju lantai 2.

Mereka bertemu Shinta yang masih menunggu di ruang tunggu.

"Tante," panggil Lola lalu mencium punggung tangan Shinta dan memeluknya.

"Lola... tolong temani Prita di ruang rawat. Prita pingsan dan lagi ditemani Andra. Andra ya namanya?" ujar Shinta.

"Iya, Andra, Tante. Lola ke sana ya. Tante nggak papa di sini sendiri?" tanya Lola.

"Nggak papa. Temani Prita dulu." pinta Shinta.

Lola yang diikuti Rio pun lalu menuju ruang rawat setelah mendapatkan info dari Andra.

"Ndra... Prita kenapa? Kok bisa sampe pingsan? Om Pria kenapa? Parah banget ya?" Lola langsung memberondong Andra dengan banyak pertanyaan begitu masuk ke ruang rawat. Andra duduk di sebelah ranjang sambil menggenggam tangan Prita.

"Jujur gue belom tau nih kenapa Prita bisa tiba-tiba pingsan. Tadi Tante Shinta ngajak Prita ngomong di luar ruang tunggu. Gue sih nggak denger mereka bicara apa. Nggak enak lah gue mau tanya-tanya. Makanya gue panggil loe ke sini, La," jelas Andra.

Belum ada tanggapan dari Lola, tangan Prita mulai bergerak. Prita siuman.

"Prit..." panggil Lola yang kemudian juga menghampiri ranjang.

Prita langsung duduk, "Mama mana?".

"Tante Shinta masih di ruang tunggu, Om Pria masih ditangani dokter," jawab Lola.

"Please anter gue ke Mama, Lol. Gue mau ketemu Mama," lirih Prita dengan air mata di pelupuk matanya.

"Tenang dulu, Prit. Kamu masih lemes. Minum dulu ya," saran Andra.

"Mama..." lirih Prita yang masih saja memanggil mamanya.

Setelah Prita meneguk air mineral, Andra pun memanggil suster untuk memeriksa keadaan Prita.

Suster menyarankan Prita untuk tiduran sebentar lagi, takutnya tekanan darah Prita langsung naik kalau tiba-tiba berdiri dan berjalan.

"Lol, mama..."

Lola bingung, kenapa Prita malah keliatannya khawatir banget sama Tante Shinta. Padahal yang lagi ditangani dokter di ICU itu papanya, bukan mamanya.

"Loe mau cerita, Prit?" tanya Lola pelan sambil meraih tangan Prita.

Air mata turun lagi, pundak Prita bergetar hebat. Ia kembali tersedu.

"Prit... tenang dulu. Nggak usah cerita juga nggak papa. Nanti gue anter loe ke Tante Shinta ya," tenang Lola.

Prita melempar pandang ke arah Andra.

"Maaf ya, jadi repot malam-malam begini temenin aku ke sini," mata Prita terlihat sayu bikin Andra juga nggak tega kalo harus ninggalin Prita yang keliatannya shock banget. Tapi dia juga nggak enak, mungkin Prita nggak mau cerita ke Lola karena ada dirinya yang baru dikenal.

"Nggak papa, Prit. Do you want me to leave?" tanya Andra.

Prita menggeleng.

Rio juga ikutan bingung mau gimana. "Bro, cari kopi dulu yuk," ajak Rio ke Andra.

Mereka berdua keluar dari kamar rawat, menuju coffee shop 24 jam yang ada di lobby.

"Mama di mana, Lol?" tanya Prita.

"Ada di ruang tunggu. Tapi tadi gue disuruh ke sini buat nemenin loe." sahut Lola.

"Sorry, Prit... bokap loe parah banget ya... sampe pingsan gini,"

"Gue pingsan bukan karena bokap gue, Lol,"

"Trus kenapa?"

"Loe liat ada perempuan dan anak cewek nggak di ruang tunggu nggak?" tanya Prita.

"Liat,"

"Itu istri bokap gue... dan anak kecil itu, anaknya," lirih Prita.

"Hah?? Serius, Prit?" tanya Lola yang kemudian malah bikin Prita tambah nangis.

"Duuuh, Prit. I'm so sorry to hear that," ujar Lola seraya memeluk erat sahabatnya yang selama ini ia pikir memiliki hidup yang begitu sempurna.

Selama ini semua pasti kenalnya Prita yang cantik, pintar, anak orang kaya yang disayang dan dari keluarga yang harmonis.

Tapi ternyata di balik itu, siapa yang ngira kalau ternyata papanya diam-diam menikahi wanita yang usianya lebih muda dari mamanya. Bahkan sampai punya anak dari wanita itu.

"Tolong liatin mama buat gue, Lol. Pasti mama sedih banget deh. Begitu badan gue enakan, gue ke sana," pinta Prita.

Andra dan Rio masuk dengan 3 cangkir kopi dan 1 cangkir teh hangat untuk Prita.

"Gue ke ruang tunggu dulu ya, Prit. Kali aja udah ada kabar dari dokter," Lola pun beranjak dari kursi, menuju Shinta berada. Diikuti oleh Rio. Sementara Andra masih berada di ruang rawat, menemani Prita.

"Are you OK?" tanya Andra.

"Andra, maaf ya.. kita baru aja kenal, tapi kamu udah liat jeleknya aku begini," ujar Prita seraya menunduk.

"Siapa bilang kamu jelek? Kamu masih Prita yang cantik dan... lucu," sahut Andra malu-malu.

Prita sedikit tersenyum.

"Prit, kalo mau cerita, aku mau kok dengerin. Janji nggak bakalan bilang ke siapa-siapa deh. Tapi liat kamu tadi tiba-tiba pingsan, aku jadi takut," ujar Andra.

Prita mendongakkan kepala, menatap mata pria di sampingnya yang menatapnya dengan teduh. Andra kemudian duduk di tepi ranjang dan memeluk Prita.

"Sakit rasanya, Andra... ternyata papa yang selama ini jadi panutanku, pria yang paling aku sayang di seluruh muka bumi ini, menghianati mama," isak Prita di dada bidang Andra.

Semua kesedihannya ditumpahkan ke Andra, pria yang baru saja ia kenal, tapi sudah memberikan kenyamanan saat ini dengan berada dalam dekapannya.



Reflek, Andra mengecup pucuk kepala Prita. Memberikan rasa hangat dalam hati Prita yang saat ini membutuhkan tempat bersandar.

Malam ini, Andra melihat sisi rapuh dalam dirinya. Ia pun tanpa sengaja membuka diri kepada pria tampan yang selama ini juga menyimpan rasa kepadanya.

"Prit, boleh aku temenin kamu?" ucap Andra, menjauhkan sedikit tubuh Prita dan menatapnya dalam.

No comments