[Novel] GCCEO - 21 - Mau Peluk



"Mau apa kamu?" tanya Prita ketus.

Prita langsung melepas kursi roda papanya dan bergeser menuju lorong. Membuat Naira takut kursi roda itu akan berjalan, ia pun berlutut di depan Pria.

Shinta kaget melihat adegan itu, tetapi ia terpaku. Kakinya seperti merekat erat di lantai. Sementara Mbok Minah hanya bisa melongo, bingung harus berbuat apa.

"Mas, pulang hari ini?" tanya Naira lembut sambil mengusap tangan Pria di pangkuannya.

Pria mengangguk-anggukan kepala.

Prita dan Shinta hanya melihat kaku ke arah Pria dan Naira.

"Mas pulang ke Pasar Minggu?" tanyanya lagi.

"Te... bet..." sahut Pria terbata-bata.

Prita melihat itu kemudian melemparkan pandang ke arah lift.

"Mbak, boleh nanti saya menjenguk Mas Pria di rumah? Jihan juga sudah kangen sama Papanya," Naira memberanikan diri minta ijin kepada Shinta.

Mendengar itu, Prita bergegas menghampiri Naira, "Sepertinya saya sudah pernah bilang, jangan pernah ada di pandangan saya dan Mama. Ingat??!" Ada penekanan di setiap kata yang keluar dari bibir Prita.

"Prita..." Shinta mengingatkan Prita untuk sabar.

"Nggak bisa, Ma. Dia bukan siapa-siapa. Nggak perlu pakai segala jenguk Papa. Gara-gara dia kan Papa sekarang jadi kayak gini??" bentak Prita.

Shinta terdiam. Membuat Prita langsung menarik kursi roda Pria dan mendorongnya menuju lift. Shinta dan Mbok Minah mengikuti di belakangnya.

Pria meneteskan air mata penyesalan.

Dalam benaknya, "Maafin papa, Prita. Papa salah. Tapi Papa juga nggak bisa tinggalin Naira dan Jihan begitu saja."

Gantian Naira yang meneteskan air mata.

***

Rumah Tebet

Pria sudah beristirahat di kamar tamu lantai bawah yang ditata dengan seperti di rumah sakit. Ranjang rumah sakit dengan peralatan pendukung, seperti tabung oksigen dan tiang infus, berada di sisi ranjang.

Lina, perawat dari rumah sakit yang khusus disewa oleh Shinta pun sudah berada di rumah Tebet untuk mengurus keperluan Pria sehari-hari, membantu Shinta.

Malam itu pikiran Prita kembali tidak nyaman. Sejak dalam perjalanan menuju rumah Tebet, Prita hanya diam. Memikirkan bagaimana bisa Naira minta ijin untuk menjenguk papanya di rumah.

"Bukannya waktu itu dia bilang sudah berniat meninggalkan papa dan pergi jauh bersama anaknya?" batin Prita.

"Kenapa sampai sekarang dia masih berkeliaran di Jakarta?"

Banyak pertanyaan mondar-mandir di pikiran Prita. Jam di dinding menunjukkan hampir jam 11 malam.

Teringat sesorean ini belum memberikan kabar ke Andra, Prita pun meraih iPhone-nya.

Prita:
Love, udah tidur?

Ia menunggu hingga lima menit. "Mungkin Andra sudah tidur," gumamnya.

Baru saja dia mau masuk kamar mandi, notifikasi chat di iPhone-nya berbunyi.

Tring!

Andra:
Belum

Prita:
Kangen, Love *emotmanyun

Andra:
Kirain udah lupa sama aku.

"Hah? Ngambek?" gumam Prita.

Andra:
Jam segini belum tidur. Ngapain?Baru pulang dinner sama Erwin?

"Loh kok, Erwin?" batin Prita.

Ada yang aneh sama Andra, Prita pun langsung menelpon Andra yang langsung dijawab.

"Love, kenapa?" tanya Prita dengan suara berat.

"Kamu dari mana? Sampai jam segini nggak kasih aku kabar apapun," tanya Andra.

"Ditelpon juga mati telponnya. Nggak mau diganggu kalo lagi dinner sama Erwin?"

Duuung!!!

Padahal sampe jam segini aja Prita belom makan malam. Jangankan mikir makan malam, sekarang aja dia masih pakai baju kerjanya dari tadi pagi.

"Siapa yang bilang aku pergi makan malam sama Erwin?" tanya Prita mulai emosi. Andra udah nuduh macem-macem ke dirinya, sementara otaknya lagi penuh banget. Ya urusan kerjaan, urusan papanya, Naira juga. "Kenapa jadi nambah-nambahin masalah gini sih Andra?" batin Prita.

"Emang nggak?" balas Andra.

"Love, please... hari ini aku capek banget. Banyak banget yang mesti aku kerjain di kantor. Itu juga belum selesai karena aku diminta Mama untuk jemput Papa yang sore ini udah boleh pulang. Trus tadi, perempuan itu dateng lagi, minta Papa pulang ke rumahnya. Sementara papa maunya pulang ke Tebet. Eh, dia malah minta ijin supaya sewaktu-waktu boleh datang sama anaknya buat jenguk Papa. Sampe rumah, aku harus bantuin mama siapin kamar Papa di lantai bawah. Trus harus ngasih briefing ke perawat yang disewa Mama untuk Papa. Abis itu juga ngasih tahu ini itu biar tau tempat-tempat di rumah supaya disesuaikan dengan kegiatan Papa nantinya,"

"Jangankan makan, aku aja sampe sekarang belum sempet mandi, ganti baju. Baru masuk kamar trus chat kamu, tapi malah dituduh yang nggak-nggak. Mau kamu apa sih?" Prita nyerocos panjang banget karena udah kesel sesorean ini harus menghadapi banyak banget hal yang sebenernya dia nggak suka.

Mendengar semuanya hati Andra sakit. Kenapa kok dia sampe tega nuduh Prita yang nggak-nggak. Padahal kekasihnya itu lagi banyak pikiran dan malah sebenernya butuh ditemenin, bukan dituduh yang macem-macem.

"Baby, maaf..."

"Aku nggak perlu ngomong sama kamu kalo pikiran kamu masih yang nggak-nggak. Capek," Prita langsung memutuskan sambungan teleponnya dan masuk kamar mandi.

Andra langsung ngambil kunci mobilnya dan pergi ke rumah Prita. Di perjalanan, ia mampir untuk membelikan Prita burger dan kentang.

Tring!

Andra:
Ta, aku di depan rumah kamu.

Tadinya Prita mau cuekin pesan dari Andra. Tapi begitu baca Andra kasih tau udah di depan rumah, Prita langsung turun dan minta Pak Romli bukain pagar untuk Andra.

Menunggu di teras rumah, Andra yang masuk ke pekarangan rumah pun berjalan ragu menghampiri Prita. Takut Prita masih marah trus malah ngusir.

"Baby, maaf...." ujar Andra begitu matanya bertemu dengan mata sedih Prita yang mulai basah.

Prita langsung peluk Andra dan nangis sesegukan di dada lelaki yang tengah malam rela datang ke rumahnya untuk minta maaf.

"Andra, aku nggak dari mana-mana kok... aku di kantor.. di rumah sakit.. di rumah.. nggak kemana-mana.." lanjutnya, dadanya mulai sesak, menahan kesal, capek, kangen... nano nano deh pokoknya.

"I know, Baby.. maaf, aku yang salah," balas Andra sambil mengecup muka Prita yang basah air mata.

"Seharian ini aku cuma pengen dipeluk, tapi kamu malah marah-marah,"

"Maaf, Love..."

Emang ya, jatuh cinta bisa bikin lelaki dengan jabatan CEO jadi bodoh karena cemburu. Jadi panik karena salah menilai dan jadi manja karena ngeluapin rasa sayangnya.

Lelaki itu pun menggendong Prita seperti Koala, masuk ke dalam rumah dan duduk di stool bar pantry.

"Kamu kan katanya belum makan malam. Aku bawain Burger sama French Fries. Makan ya?" bujuk Andra sambil membuka paper bag burger, membuka bungkusnya dan menyiapkan untuk Prita.



Melihat itu, Prita malah kembali memeluknya, erat. Andra memagut bibirnya lembut, menyesapnya hingga wanita kecil di hadapannya hampir kehabisan nafas.

"Makan dulu, Baby," ujarnya sambil mengacak-ngacak rambut Prita.

Ditemenin Andra, Prita mengunyah burgernya sambil cerita yang dihadapinya hari ini. Dengan mulut penuh, ia terus mengoceh. Padahal Andra juga nggak ngerti semua yang diomongin Prita. Tapi malam ini, Prita boleh bebassss.. Mau ngomong apa aja.. curhatin apa aja, Andra cuma mau ngedengerin sambil menatap kangen wanita di hadapannya yang ternyata ngegemesin banget kalo lagi ceriwis.

Shinta keluar kamar dan berjalan turun tangga, mendengar ada suara orang ngobrol tengah malam di lantai bawah.

"Prit..." panggilnya.

"Ma.. di pantry," panggil Prita.

"Malam, Tante," sapa Andra yang langsung menghampiri Shinta dan mencium punggung tangannya.

"Ada apa malam-malam, Andra? Ada yang penting?" tanya Shinta kaget ketemu Andra malam-malam di rumahnya.

"Prita minta dipeluk, Tante," jawab Andra sekenanya. Bikin Prita langsung melotot dan mencubit pinggangnya.

"Manja ya..." sahut Shinta. Dijawab anggukan Andra sambil nyengir ke arah Prita. Cewek tengil itu malah meluk Andra, ngalungin tangannya di leher Andra, di depan mamanya.

"Ya sudah, Tante naik dulu ya. Kamu mau nginep? Udah malem lho," tawar Shinta ke Andra.

"Nanti pulang, Tante. Berani kok...masa' cowok takut pulang malem," Andra agak nggak enak juga ditawarin nginep. Kalo di apartemen sih ayo aja.. nggak nolak! Hehehe..

"Aku kayaknya mau tinggal di Kemang lagi, Love.." ujar Prita mengutarakan pikirannya.

"Kenapa? Kan papa udah pulang. Kamu nggak mau temenin papa di sini?" tanya Andra.

"Justru itu, aku jadi jengah kalo harus ketemu papa terus. Apalagi kalo sampe si perempuan itu dateng ke sini. Males banget!" rajuk Prita.

"Yang bikin kamu nyaman aja, Sayang.. Tapi ini harus diomongin juga sih ke mama dan papa kamu. Kasian juga mama kalo kamu tinggalin,"

"Hmmm..."

No comments