Berkerikil Vs Mulus
Kalau dipikir-pikir...
Lebih baik kita melewati jalan menanjak dengan kondisi tidak mulus, alias berkerikil, terjal...
Atau
melewati jalan menanjak dengan kondisi mulus, halus...
Bukannya ga bermakna..
kedua pilihan di atas itu udah pasti ada kelebihan dan kekurangannya.
Kenapa jalan menanjak?
Sebenarnya, dalam setiap kehidupan.. kita pasti ingin menjadi lebih baik, menjadi lebih bagus, menjadi lebih segalanya di kemudian hari dibandingkan dengan hari ini.
Untuk itulah sebenarnya kita belajar kan
Dari kecil, kita ke sekolah setiap hari untuk memperoleh banyak banget pelajaran.
Mulai dari membaca, berhitung yang juga disusul dengan aneka bidang pelajaran di tahun-tahun berikutnya.
Sampai kita lulus SMA atau sederajat.. kira-kira 12 tahun.
Belum lagi kalau kita melanjutkan ke universitas...
Tambah lagi 5-6 tahun..
Belajar lagi.
Trus kalau udah lulus kuliah...
Apakah kita berhenti belajar?
Tentu tidak, Fulgoso!
Karena sebenernya belajar di sekolah atau di universitas atau setingkatnya itu (pendidikan formal) sebenarnya baru sepersekian persen dari pembelajaran yang sesungguhnya.
Menurut saya,
Belajar sesungguhnya adalah pada saat kita benar-benar terjun ke dunia kerja, atau dunia setelah kita selesai dari menjalankan pendidikan formal.
Bahkan bisa dibilang...
Pembelajaran sendiri sebenarnya bisa saja dimulai di setiap tahapan baru kehidupan kita.
Pada saat mulai kerja, memasuki dunia kerja...
Kita bener-bener bisa belajar untuk beradaptasi
Bagaimana menjalani hari-hari dengan penuh tanggung jawab, mengejar deadline... memenuhi tanggung jawab pekerjaan..
Menghadapi bos, rekan kerja, klien...
Pada saat kita mulai berwirausaha...
Kita belajar lagi... gimana caranya menciptakan produk atau jasa yang mau kita jajakan..
Belajar mengolahnya... mekanisme penjualan, promosi, menghitung biaya produksi.. menghitung laba, mengembangkan usaha.. dll.
Naaahh...
Dari setiap pembelajaran itu...
Kita dianggap menyusuri jalan menanjak.
Iya...
Jalan menanjak.
Karena tentu sudah bisa dipastikan pada saat kita memulai satu tahap baru dalam kehidupan, kita pasti punya tujuan, cita-cita..
Seperti misalnya...
Ketika mulai bekerja, kita pasti ingin suatu saat berada di posisi tertinggi dalam sebuah perusahaan.
Atau ketika memulai usaha.. kita pasti ingin suatu saat dapat mendulang sukses ....
dari titik nol.... tujuan kita bisa digambarkan di atas sana.. di titik 10... titik 100 atau titik 1000.
Menanjak bukan?
Ada dua keadaan...
melewati jalan menanjak yang terjal atau jalan menanjak yang mulus...
Sudah lah menanjak..
Kita menapakinya saja sudah membutuhkan tenaga kan?
Trus kalo jalan menanjaknya terjal.. apa ga lebih cape?
Ya pasti lah...
Tapiiii....kalau tanjakannya terjal, kita jadi lebih 'awas'.
dengan banyaknya batu atau kerikil atau hambatan yang harus kita lewati di tanjakan itu... kita akan banyak berpikir, mencari jalan gimana caranya dapat melewati hambatan tersebut.
Ketika kita berpikir, mencari jalan itu.. kita akan mencari banyak cara.. mencari banyak pemikiran untuk bisa menyelesaikan atau melewati hambatan itu.
Dibandingkan dengan apabila kita melewati tanjakan yang mulus.. tanpa hambatan.
Kita hanya akan memiliki pengetahuan tentang bagaimana caranya bisa sampai di titik puncak, minus bagaimana cara menghadapi hambatan (jikalau suatu saat harus menghadapi hambatan yang ga kita duga).
Berarti bisa dibilang..
Kalau kita melewati tanjakan terjal... kita mungkin bisa punya 5 pengalaman lebih banyak... 5 pengetahuan lebih banyak dibandingkan oleh mereka yang melewati tanjakan mulus.
Gimana?
Satu lagiii...
Karena kita terbiasa atau memiliki banyak pengetahuan untuk menyelesaikan, melewati hambatan.. ketika kita pun terjatuh... terperosot... kita masih bisa menemukan batu pijakan dari terjalnya jalanan yang bisa membuat kita paling tidak bertahan supaya tidak terjerumus banget sampai ke titik paling rendah lagi.
Dari situ, kita bisa lanjutin lagi perjalanan untuk bisa terus....
bermodalkan dari banyaknya pengetahuan yang kita punya.
Lebih baik kita melewati jalan menanjak dengan kondisi tidak mulus, alias berkerikil, terjal...
Atau
melewati jalan menanjak dengan kondisi mulus, halus...
Bukannya ga bermakna..
kedua pilihan di atas itu udah pasti ada kelebihan dan kekurangannya.
Kenapa jalan menanjak?
Sebenarnya, dalam setiap kehidupan.. kita pasti ingin menjadi lebih baik, menjadi lebih bagus, menjadi lebih segalanya di kemudian hari dibandingkan dengan hari ini.
Untuk itulah sebenarnya kita belajar kan
Dari kecil, kita ke sekolah setiap hari untuk memperoleh banyak banget pelajaran.
Mulai dari membaca, berhitung yang juga disusul dengan aneka bidang pelajaran di tahun-tahun berikutnya.
Sampai kita lulus SMA atau sederajat.. kira-kira 12 tahun.
Belum lagi kalau kita melanjutkan ke universitas...
Tambah lagi 5-6 tahun..
Belajar lagi.
Trus kalau udah lulus kuliah...
Apakah kita berhenti belajar?
Tentu tidak, Fulgoso!
Karena sebenernya belajar di sekolah atau di universitas atau setingkatnya itu (pendidikan formal) sebenarnya baru sepersekian persen dari pembelajaran yang sesungguhnya.
Menurut saya,
Belajar sesungguhnya adalah pada saat kita benar-benar terjun ke dunia kerja, atau dunia setelah kita selesai dari menjalankan pendidikan formal.
Bahkan bisa dibilang...
Pembelajaran sendiri sebenarnya bisa saja dimulai di setiap tahapan baru kehidupan kita.
Pada saat mulai kerja, memasuki dunia kerja...
Kita bener-bener bisa belajar untuk beradaptasi
Bagaimana menjalani hari-hari dengan penuh tanggung jawab, mengejar deadline... memenuhi tanggung jawab pekerjaan..
Menghadapi bos, rekan kerja, klien...
Pada saat kita mulai berwirausaha...
Kita belajar lagi... gimana caranya menciptakan produk atau jasa yang mau kita jajakan..
Belajar mengolahnya... mekanisme penjualan, promosi, menghitung biaya produksi.. menghitung laba, mengembangkan usaha.. dll.
Naaahh...
Dari setiap pembelajaran itu...
Kita dianggap menyusuri jalan menanjak.
Iya...
Jalan menanjak.
Karena tentu sudah bisa dipastikan pada saat kita memulai satu tahap baru dalam kehidupan, kita pasti punya tujuan, cita-cita..
Seperti misalnya...
Ketika mulai bekerja, kita pasti ingin suatu saat berada di posisi tertinggi dalam sebuah perusahaan.
Atau ketika memulai usaha.. kita pasti ingin suatu saat dapat mendulang sukses ....
dari titik nol.... tujuan kita bisa digambarkan di atas sana.. di titik 10... titik 100 atau titik 1000.
Menanjak bukan?
Ada dua keadaan...
melewati jalan menanjak yang terjal atau jalan menanjak yang mulus...
Sudah lah menanjak..
Kita menapakinya saja sudah membutuhkan tenaga kan?
Trus kalo jalan menanjaknya terjal.. apa ga lebih cape?
Ya pasti lah...
Tapiiii....kalau tanjakannya terjal, kita jadi lebih 'awas'.
dengan banyaknya batu atau kerikil atau hambatan yang harus kita lewati di tanjakan itu... kita akan banyak berpikir, mencari jalan gimana caranya dapat melewati hambatan tersebut.
Ketika kita berpikir, mencari jalan itu.. kita akan mencari banyak cara.. mencari banyak pemikiran untuk bisa menyelesaikan atau melewati hambatan itu.
Dibandingkan dengan apabila kita melewati tanjakan yang mulus.. tanpa hambatan.
Kita hanya akan memiliki pengetahuan tentang bagaimana caranya bisa sampai di titik puncak, minus bagaimana cara menghadapi hambatan (jikalau suatu saat harus menghadapi hambatan yang ga kita duga).
Berarti bisa dibilang..
Kalau kita melewati tanjakan terjal... kita mungkin bisa punya 5 pengalaman lebih banyak... 5 pengetahuan lebih banyak dibandingkan oleh mereka yang melewati tanjakan mulus.
Gimana?
Satu lagiii...
Karena kita terbiasa atau memiliki banyak pengetahuan untuk menyelesaikan, melewati hambatan.. ketika kita pun terjatuh... terperosot... kita masih bisa menemukan batu pijakan dari terjalnya jalanan yang bisa membuat kita paling tidak bertahan supaya tidak terjerumus banget sampai ke titik paling rendah lagi.
Dari situ, kita bisa lanjutin lagi perjalanan untuk bisa terus....
bermodalkan dari banyaknya pengetahuan yang kita punya.
Post a Comment